ǀ Tastafi Gelar Kajian di Hermes, Luruskan Fitnah Tasawuf Bukan Bagian Syariat Islam ǀ
Banda Aceh – Pengajian Perdana Pasca Idul Fitri Majelis TASTAFI Kota Banda Aceh dan Aliansi Ormas Islam bertema “Sejarah dan Perkemb...
https://www.tastafi.com/2020/06/tastafi-gelar-kajian-di-hermes-luruskan.html
Pengajian yang difasilitasi pihak hotel ini terbuka untuk
umum namun masih dalam jumlah terbatas karena adanya pembatasan keramaian di
tengah pandemic covid-19.
Berikut diantara kajian yang disampaikan oleh Tgk Muhammad
Faisal Sanusi, pimpinan dayah Darul Ihsan Abu Hasan Krueng Kalee yang juga
anggota MPU Aceh Besar dan dosen UIN Ar-Raniry;
Tgk Faisal membuka dengan memperkenalkan MABADI (dasar) ilmu
TASAWUF, yakni: definisi, tema, manfaat,
keutamaan, korelasi, nama, landasan, hukum, dan probematikanya. Kemudian
dilanjutkan dengan sekilas sejarah perkembangannya.
Dalam Shahih al-Bukhari terdapat sebuah hadis riwayat
Sayyidina ‘Umar ibn Al-Khatthab ra yang dikenal dengan hadis Jibril dimana
Rasulullah SAW menjawab pertanyaan Jibril tentang Islam, Iman dan Ihsan. Dari 3
aspek ini, para ulama mengkodifikasi ilmu-ilmu syariat. Dari Islam lahirlah
ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, dari Iman lahirlah ilmu Tauhid dan dari Ihsan
lahirlah ilmu Tasawuf. Yang hari ini boleh kita rangkum menjadi TASTAFI.
"Ada beberapa kitab yang representatif membahas secara
lengkap tentang ajaran tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu, antara lain Ihya’
‘Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali,
ar-Risalah al-Qusyairiah karya Imam Abu al-Qasim Abdul Karim bin Hawazin
al-Qusyairi, dan lain sebagainya." rinci Tgk Faisal
Ajaran Tasawuf murni lahir dari syariat Islam. Para ulama
sufi mengatakan jalan kita ini (thariqat) terkait erat dan dibawah naungan
al-Quran dan al-Sunnah. Dibangun atas dasar dalil yang tersurat (kitabullah
al-masthur) maupun yang tersirat (kitabullah al-mandzur). Karena itulah, ajaran
tasawuf tidak bertentangan dengan kedua sumber utamanya,
Meskipun demikian, ada saja sebagian orang yang berpendapat
bahwa ajaran Tasawuf ini berasal dari luar islam, ini boleh jadi akibat
kekeliruan dan kebodohan yang nyata dan tidak berdasar sama sekali. Ataupun
karena ingin meruntuhkan ajaran Islam yang dibangun di atas tiga fondasi: Iman
(tauhid), Islam (fiqh) dan Ihsan (Tasawuf). Misalnya tuduhan bahwa sufi atau
tasawuf berasal dari Syiah.
Padahal, jika ditelusuri secara mendalam, syiah tidak
memiliki ajaran tasawuf. Yang ada sama-sama menjunjung tinggi hubbu alil bait
cinta kepada keluarga Nabi SAW. Dalam hal ini pun sebenarnya tidak sama, karena
Syi’ah melakukan ‘pengkultusan’ kepada zuriat Rasulullah Saw.
Dalam ajaran Tasawuf ada sebagian sufi mencapai ahwal atau
maqam tertentu.
"Para sahabat Rasulullah Saw ada yang mencapai maqam
tertentu, di antaranya ‘Ubadah bin ash-Shamit yang dapat mendengar salam dari
malaikat. Juga Bilal bin Rabah yang pernah ditanya oleh Rasulullah SAW tentang
apa yang menyebabkan suara terompahnya (sandal) berada di dalam surga. Itu
adalah hal ahwal tertentu yang dicapai oleh sahabat Rasulullah SAW. Para
sahabat tidak ma’sum (terhindar dari dosa)." Tegas anggota MPU Aceh besar
ini.
Berbicara tentang ahwal erat kaitannya dengan perjalanan
rohani atau spiritual para sufi memang pelik, karena objek kajian tasawuf
adalah hati. Ketika para sufi telah melewati proses takhalli (pembersihan
jiwa), lalu tahalli (penghiasan jiwa), maka terjadilah tajalli dimana pada
maqam tertentu akan terjadi tanazzul anwar atau mukasyafatul qulub (Pen.
turunnya nur makrifah). Bukan hal atau maqam yang menjadi tujuan namun
perjalanan ini semua bertujuan akhir kepada Allah SWT (ilahi anta maqsudi).
"Karena itulah Syeikh Abdul Qadir al-Jilani berwasiat
kepada anaknya menjelang wafat: Terbanglah menuju Allah SWT dengan kedua
sayapmu berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah." Jawab Tgk Faisal dari salah
seorang jamaah yang mempertanyakan apakah sufi bisa lepas dari taklif syariat
islam. [Tafa & Tu Sudan]